Written by ROBBI
Posted in:
1. Hadapilah ujian dengan tenang dan proporsional
Hadapilah ujian ini dengan sikap yang tenang dan proporsional bahwa ujian sebagai sesuatu yang harus dihadapi, dilalui. Sikap tenang akan memungkinkan kita menyusun rencana menentukan strategi dan menjalaninya dengan senang.
2. Bersikaplah proaktif
Proaktif adalah suatu sikap yang beranggapan bahwa kita sendirilah yang menentukan keberhasilan dan kegagalan dalam hidup ini, termasuk dalam menghadapi ujian al azhar. Yakinlah bahwa kerja keras dan usaha keras yang kita lakukan akan membuahkan hasil. Dalam menyikapi standar nilai yang penting naik, justru yang terbaik adalah kita sendiri membuat patokan standar nilai minimal. Misalnya, menargetkan yajid jiddan atau mumtaz sehingga yang muncul adalah tantangan bukan beban.
3. Buatlah rencana
Menghadapi ujian dapat diibaratkan sebagai perjalanan menuju sukses. Sebagaimana perjalanan sukses, sudah sepatutnya kita membuat perencanaan. Dari sekian banyak bahan pelajaran yang harus dipelajari dipilah-pilah antara bahasan dari mukoror yang madahnya banyak sekali sehingga dapat dipelajari dengan teratur dan sistematis. Model belajar semacam itu dapat meringankan dan lebih mengefektifkan cara kerja otak. Salah satu hukum otak yaitu dapat bekerja maksimal dengan cara teratur dan sistematis.
4. Perbanyaklah baca dan latihan soal
Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh lembaga bimbingan belajar adalah para masisir yang di berikan contoh soal dari tahun tahun lalu banyak berlatih memecahkan soal-soal dengan cepat. Kita dihadapkan pada soal-soal yang harus dijawab dan dipecahkan dengan tepat. Dengan sering kita berlatih maka kita terbiasa dan terlatih, sehingga tidak cemas atau grogi dalam menghadapi soal (ujian).
5. Belajar kelompok
·Belajar kelompok merupakan salah satu cara yang dapat dipakai masisir membuka otak agar tidak salah penafsiran dalam memeahami isi mukoror untuk berbagi dengan teman yang lain dalam memecahkan soal dan saling menguatkan motivasi belajar dan prestasi. masisisr daripada banyak bermain dan membuang-buang waktu dengan percuma, manfaatkanlah dengan cara belajar berkelompok dengan teman satu fakultas atau satu rumah atau di sekitar tempat tinggal kita.
6. Mohon doa restu dari orang tua
Yakinlah bahwa jika kita lulus maka orang tua kita akan senang dan bangga. Jadikanlah perjuangan menghadapi ujian azhar sebagai ajang untuk mempersembahkan yang terbaik kepada kedua orang tua kita tercinta. Mohon doa restulah pada orang tua agar kita diberi kemudahan dan kelancaran. Kedua orang tua kita akan dengan senang mendoakan putra-putrinya yang sedang berjuang menghadapi ujian..
7. Berdoalah pada Allah
Adalah sombong yang beranggapan bahwa keberhasilan kita semata-mata usaha dan kerja keras kita sendiri tanpa keikutsertaan Sang Pencipta. Untuk itu dengan segala kerendahan diri dan hati di hadapan-Nya, kita panjatkan doa agar diberi kelulusan, kesehatan dan kemudahan dalam menghadapi ujian nanti. Allah Maha Tahu dan tentu akan mendengarkan dan mengabulkan doa hamba-hambaNYA.
Baca Selengkapnya....
Written by ROBBI
Posted in:
Cara Belajar Yang Baik:....
Belajar adalah melihat, mendengar, memperhatikan, mempelajari, dan kegiatan lain yang menunjang dengan tujuan orang yang belajar bisa memahami apa yang sedang dipelajarinya.
Belajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa. Belajar pada umumnya dilakukan di sekolah maupun di kampus ketika jam pelajaran berlangsung yang dibimbing oleh Bapak guru atau Ibu dosen. Belajar yang baik juga dilakukan di rumah, baik dengan PR (pekerjaan rumah) maupun tidak. Belajar yang dilakukan secara terburu-buru dan waktu yang sedikit mengakibatkan dampak yang tidak baik.
Nah, bagaimana belajar yang baik? Apa kuncinya? Berikut ini tips-tips nya:
Pertama, Niat dan berdoa. Kalau tidak ada niat, belajar sekeras apapun tidak ada gunanya. Berdoalah kepada Tuhan YME agar proses belajar dapat dimudahkan oleh-Nya.
Kedua, Membaca.Kamu harus rajin membaca, karena dengan membaca,
wawasan kita akan bertambah luas.
Ketiga, Selalu membuat ringkasan pelajaran.Bagian-bagian penting dari pelajaran sebaiknya dibuat catatan di kertas atau buku kecil yang dapat dibawa kemana-mana, sehingga dapat dibaca di mana pun kita berada.
Keempat, Rajin mengulang pelajaran. Jangan bosan mengulang apa yang baru saja dipelajari, sehingga diharapkan hal yang sudah dipelajari selalu tersimpan di ingatan kita.
Kelima, Belajar dengan serius dan tekun. Ketika belajar di kelas dengarkan dan catat apa yang guru jelaskan. Catat yang penting karena bisa saja hal tersebut tidak ada di buku dan nanti akan keluar saat ulangan atau ujian.
Keenam, Hindari belajar berlebihan. Bila menjelang ujian, biasanya para pelajar belajar semalam suntuk alias sistem SKS (sistem kebut semalam). Cara seperti ini sebaiknya dihindari, karena pelajaran yang kamu pelajari pun tidak akan masuk sepenuhnya dan dapat merusak kesehatan juga. Justru, bila esok harinya kamu akan ujian, ada baiknya kamu tidur tepat waktu.
Ketujuh, Aktiflah dalam bertanya.Jika ada hal yang belum jelas, maka tanyakanlah kepada guru, teman atau orang tua. Semakin banyak bertanya, maka kita akan selalu ingat dengan jawabannya.
Kedelapan, Belajar kelompok. Belajar kelompok juga merupakan kegiatan belajar yang menyenangkan. Dengan adanya teman, acara belajar kamu jadi lebih semangat dan bisa sama-sama mencari jawaban dari soal yang paling sulit sekalipun.
Baca Selengkapnya....
Written by ROBBI
Posted in:
assalaamu'alaikum wr. wb.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Q.S. Ali Imran [3] : 190 - 191)
Ingin pintar sebenarnya sederhana saja. Ayat di atas sudah menunjukkan bagaimana sikap orang yang berakal itu sesungguhnya. Tentu saja kata "berakal" di sini pun bermakna sindiran, karena tentu saja semua manusia sesungguhnya memiliki akal. Seolah-olah dengan penggunaan satu kata ini, Allah hendak berkata pada manusia, "kalau kalian mengaku punya akal, mengapa tidak digunakan untuk ini dan itu?". Saya akan menjelaskan mengenai 'ini dan itu'-nya berdafsarkan penafsiran ayat di atas.
Ayat ke-190 mudah dipahami dengan makna harfiahnya. Memang di alam ini tersebar begitu banyak hal yang bisa dipikirkan oleh manusia. "Tanda" adalah - menurut definisi saya sendiri - sesuatu yang bisa mengarahkan pikiran kita pada suatu makna secara instan. Jika Anda melihat tanda tanya di dalam tulisan, Anda akan tahu bahwa si penulisnya sedang mengajukan pertanyaan. Demikian pula mata yang melotot menjadi tanda bagi amarah yang sedang bangkit. Tanda-tanda membuat Anda paham. Pemahaman yang benar tentu saja mengarah pada sebuah kesimpulan. Maka, mereka yang mampu memahami tanda-tanda adalah orang-orang yang terpuaskan dahaganya atas keingintahuannya. Sayangnya, cuma orang-orang yang 'berakal' sajalah yang mampu melihat tanda-tanda itu.
Pertanyaan sesungguhnya : bagaimanakah orang-orang yang berakal itu sebenarnya?
Pertama, ia haruslah orang yang membaktikan hidupnya dalam keilmuan. Ilmu bukan hanya pelajaran di sekolah dan titel sarjana, melainkan segala ilmu yang bisa dilahap, maka lahaplah! Tidak cukup bagi seorang dokter untuk mendapat gelar super spesialis dan menjadi acuan utama dalam bidangnya. Tidak cukup bagi seorang ekonom untuk menjadi penasihat Presiden yang selalu dimintai pendapatnya ketika negara sedang krisis. Menjadi ahli di bidangnya saja tidak cukup untuk mendapat gelar 'orang yang berakal' di mata Allah. Suatu standar yang sangat tinggi, memang.
Orang yang berakal adalah yang hidup dalam gairah keingintahuan yang sangat intens. Apa lagi yang membuat mereka - seperti yang dikatakan oleh ayat di atas - senantiasa berpikir dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring, kalau bukan karena rasa ingin tahu yang sangat besar? Meskipun sudah mendapat gelar setinggi langit di suatu bidang tertentu, bukan berarti ia tidak boleh mempelajari hal-hal lain yang menarik perhatiannya. Malah seharusnya demikian, kecuali jika ia rela dicap 'tidak berakal' di akhirat kelak.
Kedua, sekedar ingin tahu dan berpikir saja belum cukup, jika hal itu tidak mengantarkannya pada Allah. Artinya, kalau mau berpikir keras dan mendalam, setiap orang pasti sampai pada kesimpulan yang benar tentang Allah. Kalau ada yang membenamkan dirinya dalam penelitian ilmiah tapi lantas berkesimpulan bahwa Tuhan itu tidak ada, berarti hawa nafsu telah menghalanginya untuk mencapai kesimpulan yang objektif. Saya tidak akan membahas mengenai bukti-bukti keberadaan Allah di sini, tidak juga hendak menjelaskan konsep ketuhanan dalam Islam, karena penjelasan mengenai masalah ini bisa Anda temukan di banyak buku dan referensi lainnya. Yang jelas, ayat ini secara implisit juga menebar tantangan : siapa yang mau berpikir akan menemukan Allah. Maukah Anda menerima tantangan yang sudah berusia lebih dari 14 abad ini?
Ketiga, kegiatan berpikir yang mereka lakukan secara berkesinambungan tersebut membawa mereka pada tiga buah kesimpulan : (1) tidak ada hal yang sia-sia di dunia ini, (2) bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Suci, dan (3) manusia banyak kekurangan, sehingga perlu memohon ampun agar diselamatkan dari api neraka. Hal ini terlihat jelas pada ucapan di akhir ayat ke-191 di atas.
Mereka yang berakal tidak mungkin sombong, meremehkan, dan tidak pedulian (ignorant), karena semakin sering mereka berpikir, semakin mereka banyak tahu bahwa segala sesuatu yang Allah ciptakan di dunia ini tidak sia-sia belaka, alias ada gunanya. Manusia bersikap sombong bukan karena banyak tahu, melainkan justru karena tidak tahu. Orang-orang yang pintar akan memanfaatkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya, karena mereka tidak meremehkan manfaat yang bisa diambil darinya. Sifat suka meremehkan sama sekali bertentangan dengan sikap hidup ilmiah, karena yang namanya ilmuwan gemar meneliti justru karena yakin bahwa apa yang ditelitinya itu pasti mengandung rahasia yang besar.
Mereka yang berakal akan mensucikan nama Allah SWT. Mereka yang berprasangka buruk pada Allah akan melihat wabah penyakit dan berpikir bahwa Allah telah bertindak jahat kepada makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Mereka yang menganggap Allah sama tidak sucinya dengan mereka akan menyangka bahwa Allah bersalah karena telah menciptakan begitu banyak kekacauan di dunia ini yang telah memakan banyak korban. Jika pola pikirnya masih begini, maka ia belum sampai pada kualifikasi 'orang yang berakal' dalam versi Al-Qur'an.
Berhitung dengan penuh ketelitian adalah skill yang amat penting bagi manusia. Orang yang berakal pasti pandai berhitung. Dengan demikian, mereka yang berakal pun tidak mungkin lupa diri, karena ia pasti rajin berhitung dengan dirinya sendiri (muhasabah). Jika kita mau berhitung secara objektif, tentu kita akan sampai pada kesimpulan bahwa segala perbuatan kita diliputi oleh berbagai ketidaksempurnaan. Karena itu, satu-satunya hal yang wajar untuk dilakukan adalah memohon ampun kepada Allah SWT.
Mau pintar? Bisa saja, tapi mampukah Anda memenuhi syarat-syarat di atas?
Saran:
Jika kamu berusaha pasti akan terwujud apa yang kamu inginkan.
wassalaamu'alaikum wr. wb.
Baca Selengkapnya....